Metode lain mengenal kebenaran seseorang yang mengklaim kenabian adalah salah seorang dari nabi-nabi Ilahi memberikan kesaksian akan kebenaran klaim dan mengafirmasikannya; karena (sebagimana akan dibahas pada pembahasan kriteria-kriteria para nabi) seluruh nabi Ilahi memiliki tingkatan kemaksuman (infallible) dan salah satunya adalah kemaksuman dari segala dosa dan kesalahan. Berdasarkan hal ini, di dalam kesaksian para nabi tidak mungkin terdapat kesalahan dan juga kebohongan; bahkan kesaksian mereka adalah realitas itu sendiri. Oleh karena itu, apabila seorang nabi yang memiliki derajat maksum, memberikan kesaksian akan kenabian seseorang, maka kesaksiannya menjadi bukti final dan tidak dapat diragukan bahwa orang tersebut benar diutus dari sisi Allah Swt membawa titah Ilahi.
Telah kita katakan bahwa untuk mengenal nabi-nabi hakiki dan membedakan mereka dengan para pengklaim kenabian palsu terdapat tiga metode pokok. Pada artikel sebelumnya kita telah mengkaji metode pertama yaitu mukjizat. Pada bagian ini kita akan menyoroti metode-metode lain mengenal para nabi:
Metode Kedua: Kesaksian Nabi Lain
Metode lain mengenal kebenaran seseorang yang mengklaim kenabian adalah salah seorang dari nabi-nabi Ilahi memberikan kesaksian akan kebenaran klaim dan mengafirmasikannya; karena (sebagimana akan dibahas pada pembahasan kriteria-kriteria para nabi) seluruh nabi Ilahi memiliki tingkatan kemaksuman (infallible) dan salah satunya adalah kemaksuman dari segala dosa dan kesalahan. Berdasarkan hal ini, di dalam kesaksian para nabi tidak mungkin terdapat kesalahan dan juga kebohongan; bahkan kesaksian mereka adalah realitas itu sendiri.
Oleh karena itu, apabila seorang nabi yang memiliki derajat maksum, memberikan kesaksian akan kenabian seseorang, maka kesaksiannya menjadi bukti final dan tidak dapat diragukan bahwa orang tersebut benar diutus dari sisi Allah Swt membawa titah Ilahi.
Tentu saja validitas metode ini tergantung kepada dua syarat: pertama, kesaksian nabi tersebut harus sampai kepada kita melalui jalan valid (misalnya kita sendiri mendengar langsung tanpa perantara kesaksian nabi itu atau kesaksiannya dikatakan kepada kita secara mutawatir).
Syarat kedua adalah kriteria-kriteria dan tanda-tanda seorang yang disaksikan teraplikasi dengan jelas kepada orang yang mengklaim kenabian (yang sedang kita diagnosa kebenaran atau kebohongannya).
Tampaknya dengan terpenuhinya syarat-syarat di atas, metode ini dapat menjadi indikasi final atas kenabian. Sebagaimana yang akan kita kaji dalam pembahasan kenabian khusus, kenabian Nabi Muhammad Saw di samping melalui metode mukjizat, juga dapat dibuktikan melalui metode ini. Tentu saja, metode ini tidak memiliki generalitas seperti metode mukjizat, terutama tidak berlaku pada nabi pertama dari silsilah para nabi.
Perlu juga diingat bahwa meskipun argumen ini menegaskan kesaksian nabi, akan tetapi tidak terbatas kepada hal itu saja, bahkan juga mencakup hal-hal serupa –seperti kesaksian seorang manusia maksum yang bukan nabi atau kesaksian sebuah kitab samawi yang secara pasti diturunkan dari sisi Allah Swt. Oleh karena itu, apabila salah seorang imam maksum As memberikan kesaksian akan kenabian seseorang dalam sejarah, maka kenabiannya terbukti secara final.
Metode Ketiga
Metode lain mengenal para nabi hakiki dari para pengklaim kenabian palsu adalah dengan melihat kepada sekumpulan bukti dan indikasi, seseorang dapat meyakini kebenaran seorang nabi dan memperoleh kejelasan secara pasti bahwa dia adalah duta Ilahi. Bukti-bukti dan indikasi-indikasi ini, masing-masing (satu persatu) akan menimbulkan persangkaan terhadap kebenaran nabi, akan tetapi penggabungan seluruhnya akan menguatkan persangkaan tersebut sedemikian rupa sehingga tidak lagi tersisa kemungkinan sebaliknya.
Layak untuk disebutkan bahwa metode pengumpulan bukti-bukti dan indikasi-indikasi ini adalah salah satu metode masyhur di tengah-tengah manusia yang dilakukan oleh orang-orang berakal untuk memperoleh bukti dan fakta. Metode ini juga sangat banyak digunakan dalam pengadilan-pengadilan hukum dan sering sekali seorang hakim, dengan mengamati sekumpulan bukti yang mendukung atau memberatkan terdakwa, memperoleh kesimpulan jelas dan mengeluarkan hukum final berdasarkan hal-hal tersebut. Demikian juga para sosiolog, sejarawan, dan bahkan para peneliti ilmu-ilmu alam juga menggunakan metode ini dalam banyak hal untuk memperoleh konklusi-konklusi konkrit.
Bagaimanapun juga, salah satu efisiensi metode ini adalah melakukan diagnosa kebenaran pengklaim kenabian. Sekarang kita akan menunjukkan sebagian bukti dan indikasi yang ketika digabugkan akan berakhir dengan pembuktian kenabian seseorang:
1- Kriteria-kriteria akhlak dan mental:
Salah satu bukti kebenaran pengklaim kenabian adalah konsisten terhadap prinsip-prinsip akhlak, memiliki mental bersih dan jiwa tinggi, manifestasi kesempurnaan-kesempurnaan dan keutamaan-keutamaan insani dan di dalam kehidupannya tidak terlihat sedikitpun catatan perbuatan tercela, meyembah dunia, mencari kedudukan dan segala hal yang tidak sesuai dengan neraca-neraca akhlak. Jelas bahwa apabila seorang manusia yang menjadi manifestasi amanat, kesucian, kejujuran dan kebenaran seperti ini mengklaim kenabian, maka karakter-karakter mental dan keutamaan-keutamaan akhlaknya menjadi bukti kuat kebenaran ucapannya.
2- Kriteria-kriteria lingkungan:
Kondisi lingkungan yang seorang pengklaim tumbuh dan memulai dakwah di dalamnya, akan menjadi indikasi lain atas kebenaran klaimnya; pertumbuhan seorang pengklaim kenabian di dalam sebuah masyarakat yang tidak memiliki kemajuan ilmu pengetahuan dan akhlak, perlawanannya terhadap pemikiran-pemikiran menyeleweng yang menguasai masyarakat akan menjadi bukti lain atas kebenarannya.
3- Para pengikut:
Dengan mengamati kondisi orang-orang yang menerima dakwah pengklaim kenabian, bukti lain dapat diraih; kecenderungan manusia-manusia berakal dan suci kepada pengklaim adalah sebuah indikasi atas kebenarannya; akan tetapi apabila pengikut-pengikutnya terdiri dari orang-orang kurang berakal dan tidak bertakwa yang terkena polusi berbagai macam penyelewengan pemikiran dan perbuatan, maka kebohongan klaimnya dapat dipastikan.
4- Prinsip-prinsip usaha:
Indikasi lain akan kenabian adalah pengklaim menggunakan cara-cara rasional dan bijak yang seirama dengan prinsip-prinsip fitrah dan etika untuk mencapai target-target dan maksud-maksudnya, tidak pernah bersedia mengokohkan kepemimpinan dan penyebaran dakwahnya di atas prinsip-prinsip tipu daya dan ketidakadilan.
5- Tabah dan konsisten terhadap prinsip-prinsip pokok dakwah:
Di antara indikasi-indikasi dan bukti-bukti kebenaran pengklaim kenabian adalah pertama, hingga akhir selalu konsisten dalam prinsip-prinsip pokok dakwahnya, tidak berubah pendapat setiap beberapa waktu dan tidak membawa prinsip-prinsip yang bertentangan dengan ajaran-ajaran sebelumnya; kedua, tabah dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan kesukaran-kesukaran yang menghadang di tengah jalan risalahnya, tidak termasuk orang yang mudah menyerah kalah dan tidak stabil dalam berhadapan dengan musuh-musuh.
6- Ajaran-ajaran:
Kandungan doktrin-doktrin dan ajaran-ajaran pengklaim kenabian akan menjadi bukti lain kebenaran atau kebohongannya; pemaparan pengetahuan-pengetahuan rasional dan komprehensif seputar Tuhan, manusia dan alam dan juga penyodoran ajaran-ajaran yang mengandung seruan kepada keutamaan-keutamaan akhlak dan menjauhi keburukan-keburukan jiwa menghikayatkan kebenaran pembawanya dan relasi dia dengan sumber Ilahi.
Sebagaimana yang telah kita katakan, masing-masing bukti-bukti tersebut (atau hal-hal yang serupa dengannya) mungkin saja secara terpisah tidak cukup untuk membuktikan kenabian dengan pasti, akan tetapi penggabungan sebagian dengan yang lainnya akan menghilangkan kemungkinan segala bentuk kebohongan dan tipu daya mengenai seseorang yang mengklaim pembawa risalah Ilahi. Dengan menengok kembali kepada lembaran sejarah para nabi, jelas bahwa banyak dari para pengikut mereka memperoleh kebenaran dan cenderung kepada agama dengan bersandar kepada indikasi bukti-bukti seperti di atas.
Di dalam pembahasan kenabian khusus dan metode-metode pembuktian kenabian Nabi Muhammad Saw kita akan menjelaskan contoh-contohnya secara lengkap.
Metode-metode Lain
Di samping tiga metode yang telah disebutkan di atas, terdapat metode-metode lain untuk mengenal kebenaran nabi-nabi Ilahi yang akan kita singgung dua hal di sini:
1- Kandungan dakwah:
Dengan merenungkan dan mengamati kandungan ajaran-ajaran seseorang yang mengklaim kenabian, dapat dipahami kebenaran atau kebohongannya, karena ajaran-ajaran para nabi Ilahi akan memaparkan pembahasan-pembahasan sangat dalam dan luas dalam hal makrifatullah (ketuhanan) dan sifat-sifat-Nya, mabda (kausa prima) alam, sejarah para nabi dan umat-umat sebelumnya dan…, serta memberikan hukum-hukum bijak dan komprehensif ke tangan manusia yang mencakup kebahagiaan individual dan sosial, dunia dan akhirat mereka. Keagungan pengetahuan-pengetahuan dan ajaran-ajaran ini sedemikian rupa sehingga akal meyakini hal tersebut tidak mungkin terformat dari unsur manusiawi dan menghukuminya secara pasti turun dari sisi Allah Swt.
Metode ini pada hakikatnya adalah premis salah satu indikasi-indikasi yang telah disinggung dalam bukti ketiga, dari sini hal tersebut tidak dapat dianggap sebagai metode independen. Terutama metode ini, secara independen, hanya bermanfaat bagi kelompok yang sangat terbatas dari kalangan ilmuwan dan muhakkik; mereka yang memiliki penguasaan berbagai bidang ilmu pengetahuan insani, mampu mendiagnosa kedalaman ajaran-ajaran para nabi dan perbedaan fundamentalnya dengan ajaran-ajaran seluruh pemimpin besar umat manusia, akan tetapi tidak meyelesaikan permasalahan bagi lapisan masyarakat umum.
Dari sisi lain, banyak dikatakan bahwa metode ini kembali kepada metode pertama (mukjizat), karena pemaparan ajaran-ajaran agung dan dalam dari para nabi, pada hakikatnya sebuah mukjizat yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain.
2- Kesempurnaan dan penyempurnaan:
Tidak diragukan bahwa para nabi adalah orang-orang paling sempurna pada masa mereka, karena apabila terdapat yang lebih sempurna dari mereka, maka kebijakan Allah Swt menuntut untuk memilih yang lebih sempurna sebagai nabi. Dari sudut pandang lain, dengan melihat kepada tingkatan kesempurnaan, manusia dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok asli:
a) Orang-orang yang potensi-potensi teoritis dan praktis mereka belum mencapai kesempurnaan yang diharapkan. Mayoritas manusia dalam setiap periode dan masa berada di dalam kolompok ini;
b) Orang-orang yang potensi-potensi mereka mencapai kesempurnaan yang diharapkan, akan tetapi tidak mampu menyempurnakan dan membawa orang lain kepada kesempurnaan yang diharapkan;
c) Orang-orang yang potensi-potensi mereka dalam puncak kesempurnaan dan juga mampu membawa orang lain kepada tahapan ini.
Jelas bahwa kelompok ketiga lebih sempurna dibandingkan dua kelompok sebelumnya. Dengan memperhatikan bahwa para nabi adalah pribadi-pribadi paling sempurna di antara seluruh manusia, jelas bahwa kelompok ketiga adalah para nabi Ilahi.
Dengan memperhatikan premis-premis di atas, akan terbuka jalan lebar lain untuk mengenal nabi-nabi hakiki sehingga apabila seseorang mengklaim kenabian dan dengan melihat catatan-catatannya maka akan jelas bahwa pertama, potensi-potensi teoritis dan praktisnya di puncak kesempurnaan (artinya memiliki pengetahuan realitas-realitas seluruh hal dengan benar dan tanpa salah dan juga memiliki malakah perbuatan-perbuatan terpuji dan akhlak karimah); kedua, dengan ajaran-ajarannya akan membawa orang-orang yang memiliki kekurangan pada kesempurnaan yang layak untuk mereka, pribadi seperti ini secara pasti memiliki tingkatan sebagai delegasi Ilahi dan kenabian.[1]
Dalam mengevaluasi metode ini dapat dikatakan: Diagnosa kebenaran pengklaim kenabian dengan merenungkan kesempurnan-kesempurnaan individual dan dampaknya dalam kesempurnaan orang lain adalah sebuah usaha yang tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa, karena usaha ini dari satu sisi membutuhkan pengetahuan-pengetahuan luas dan dari sisi lain, bergantung kepada telaah detail terhadap catatan-catatan dan sejarah kehidupan pribadi tersebut. Di samping itu, banyak sekali wali-wali Allah Swt memiliki derajat kesempurnaan jiwa dan mampu dengan seizin Allah Swt membawa jiwa-jiwa manusia yang memiliki kekurangan kepada kesempurnaan (walaupun dalam derajat ini mereka tidak sampai kepada derajat para nabi) dan realita ini menunjukkan bahwa membedakan tingkatan kenabian dengan derajat para wali Ilahi sangat sulit sekali.
Oleh karena itu, metode terakhir juga tidak memiliki keuniversalan dan tempat sandaran yang layak untuk diperhatikan.
Tanda-tanda Para Pengklaim Nabi Palsu
Dari apa yang telah kita katakan mengenai metode-metode mengenal nabi-nabi Ilahi, sebagian dari tanda-tanda terpenting para pengklaim kenabian palsu dapat dipahami. Tanda-tanda tersebut adalah sebagai berikut:
1- Tidak mampu mendatangkan mukjizat:
Para pengklaim kenabian palsu tidak mampu mendatangkan mukjizat, karena mukjizat (dengan persyaratan-persyaratan dan kriteria-kriteria khususnya) adalah termasuk dalam maqam-maqam khusus para nabi.
2- Tidak adanya pembenaran dari salah seorang nabi Ilahi:
Apabila klaim seseorang yang mengaku kenabian tidak dibenarkan oleh salah seorang nabi Ilahi (atau pribadi yang kemaksumannya dapat dibuktikan), maka kebohongan klaimnya menjadi pasti.
3- Berusaha mendustakan salah seorang nabi-nabi Ilahi:
Salah satu di antara tanda-tanda lain kebohongan klaim kenabian adalah seorang pengklaim berusaha mendustakan salah seorang nabi-nabi Ilahi (yang kenabiannya dapat dibuktikan dan jelas bagi kita) atau meragukan dalam kenabiannya. Oleh karena itu, apabila seseorang mengklaim kenabian dan misalnya, mendustakan Nabi Ibrahim As atau Nabi Musa As dan mengklaim bahwa mereka adalah bukan nabi Allah, maka jelas bahwa dia sendiri adalah seorang pembohong. Argumen hal tersebut adalah para nabi Ilahi yang benar seluruhnya saling membenarkan (menguatkan) dan tidak mungkin salah seorang nabi Allah membohongkan nabi yang lain.
4- Meminta imbalan dan upah risalah:
Apabila seorang pengklaim kenabian meminta upah dan imbalan material dari umat atau berusaha memperoleh penghasilan dari umat melalui klaim kenabian, maka kebohongannya sangat jelas. Argumen hal di atas adalah tidak seorang pun dari nabi-nabi Ilahi hakiki meminta upah dan imbalan dan hal tersebut sebuah realita yang ditandatangani oleh al-Quran; Allah Swt melalui ucapan Nabi Nuh As, Nabi Hud As, Nabi Shaleh As, Nabi Luth As dan Nabi Syuaib As berfirman:
“Dan Aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.” [2] [ www.wisdoms4all.com/ind ]
[1]. Fakhrur Razi dalam kitab Al-Mathalib Al-‘Aliyah menjelaskan metode ini dengan rinci (dan bahkan tampak tidak teratur) yang telah kami salin di sini dengan ringkas. Yang menarik adalah Fakhrur Razi lebih mengutamakan metode ini dari pada mukjizat dan mengklaim bahwa al-Qur’an juga menggunakan metode tersebut di dalam pembahasan-pembahasan kenabian. Lihat Fakhrur Razi, Al-Mathalib Al-‘Aliyah Min Al-‘Ilm Al-Ilahi, jilid 8, hal. 103 – 125.
[2]. Q.S. asy-Syu’araa’ (26): 109, 127, 145, 164 dan 180. Ungkapan yang serupa juga digunakan berkenaan dengan nabi besar Islam Saw.
No comments:
Post a Comment