Masalah Agama (Bagian kedua-Selesai)
Artikel ini dikutip dari Buletin Dakwah Al-Qolam (Edisi 2/ Tahun 2007). Bagi ikhwan dan akhawat yang terafiliasi sebagai pengurus masjid, mushola, langgar, majlis taklim, kerohanian kampus dan lembaga syiar Islam lainnya dan ingin berlangganan Buletin Al-Qolam secara rutin, silahkan hubungi kantor sekretariat Pesanteren Taman Bacaan Al-Qur’an/Al-Hadits di nomor telepon 021 - 92794359 atau 021 - 99689310.
____________________________________________________________
Pertanyaan:
Apabila agama Allah swt itu hanya satu, lalu mengapa agama manusia itu berbeda-beda?
Jawab:
Seperti telah dijelaskan pada buletin Al-Qolam sebelum ini bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan para pengikut, atau umat agama Allah itu berpecah-belah. Adapun beberapa faktor tersebut adalah sebagai berikut:
11. Faktor sengaja ingin mengaburkan persoalan agama.
“Dan demikianlah pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan kebanyakan dari orang-orang musyrik itu memandang baik membunuh anak-anak mereka untuk membinasakan mereka dan untuk mengaburkan bagi mereka agama-Nya. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggallah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (QS. Al-An’aam: 137)
Catatan: Sikap orang musyrik yang gemar untuk membunuh dan membinasakan anak-anak mereka pada ayat ini, maksudnya, bukan hanya secara lahiriah, karena hal ini memang sering kita ketahui melalui berita-berita secara umum, seperti membuang bayi dikantong plastik atau di selokan dan lain sebagainya. Akan tetapi, arti ayat ini bisa juga bermakna pembunuhan dan pembinasaan secara batin terhadap anak-anak mereka. Yakni dengan cara menjauhkan anak-anak itu dari pengetahuan agama, atau menjual anak-anak perempuan mereka demi uang, atau membiarkan anak-anak mereka bebas bergaul dan lain sebagainya. Alhasil, semuanya berujung kepada suatu upaya untuk menjauhkan jiwa anak-anak mereka dari kebenaran dan juga ilmu-ilmu Islam.
12. Faktor tidak mau istiqomah dalam beragama.
“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’aam: 153)
13. Faktor menyembunyikan kebenaran risalah Nabi Muhammad saw seperti pada kasus pemimpin-pemimpin agama Yahudi dan Nasrani.
“ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani?’ Katakanlah: ‘Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?’ Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 140)
14. Faktor kesombongan.
“Pemuka-pemuka dan kaum Syu’aib yang menyombongkan dan berkata: ‘Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, atau kamu kembali kepada agama kami’.” (QS. Al-’Araaf: 8
15. Faktor tidak mau berpegang kepada ‘tali’ Allah swt.
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali-’Imran: 103)
16. Faktor fanatisme kepada budaya dan tradisi.
“(agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu.” (QS. Asy-Syu’araa: 137)
17. Sikap konglomerat (hartawan) yang fanatik dan tidak mempedulikan kaum fukara.
“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: ‘Sesungguhnya kami mendapati bapak- bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka’.” (QS. Az-Zukhruf: 23)
18. Faktor di masyarakat yang mencintai isteri dan anak, tapi bukan karena Allah swt.
“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Thaghabun: 14)
Catatan: Seorang Mukmin sejati adalah orang yang mencintai keluarga, seperti isteri dan anak, yang hanya ditujukan untuk mendapatkan ridho Allah swt. Artinya, kecintaan itu bukan disebabkan untuk mempertahankan status, harga diri atau lainnya. Namun pada saat ini, banyak pemimpin keluarga (yakni: suami/isteri) yang merelakan terjadinya penyimpangan hukum agama di dalam keluarga mereka, hanya demi mempertahankan status, sehingga para pasangan itu merelakan terjadinya praktek perzinahan, asalkan masyarakat masih menganggap mereka berstatus suami-isteri. Meskipun ini adalah contoh penyimpangan agama dalam skala kecil, namun sikap seperti ini akan membuat mereka menjadi orang-orang yang meremehkan ajaran agama; baik terhadap diri mereka sendiri maupun keturunannya.
19. Faktor pemalsuan informasi agama untuk tujuan duniawi seperti yang terjadi dalam ajaran Yahudi dan Nasrani.
“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: ‘Kami mendengar’, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): ‘Dengarlah’ sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): ‘Raa’ina’, dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan: ‘Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami’, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis.” (QS. An-Nisa’: 46)
20. Faktor tidak mau menolong agama Allah swt.
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: ‘Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?’ Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: ‘Kamilah penolong-penolong agama Allah’, lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.” (QS. Ash-Shaff: 14)
Catatan: Orang yang bermalas-malasan dalam menolong agama Allah, apalagi hingga tidak mau melakukannya, maka iman mereka sangat rentan dan akan cenderung kepada kekafiran. Budaya acuh atau cuek yang dipropagandakan oleh musuh-musuh Islam saat ini, jelas merupakan bukti nyata dari apa yang diisyaratkan oleh ayat Al-Qur’an ini. Padahal, Nabi saw mengatakan bahwa “Barangsiapa yang tidak peduli dengan urusan kaum Muslim, maka mereka bukan golongan kami.” (Hadits).
Sebenarnya masih ada beberapa faktor lain. Namun pada intinya bahwa perpecahan itu bisa terjadi disebabkan oleh perbuatan yang berasal dari umat agama Allah itu sendiri. Faktor utamanya adalah keengganan mereka untuk mengikuti agama Allah secara keseluruhan. Maksudnya, mereka suka menerima sebagian dari agama Allah itu, tapi merekayasa sendiri sebagian yang lain.
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain?” (QS. Al-Baqarah: 85)
Dengan kata lain, mereka mengambil yang satu dan membuang yang lain, seperti yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an.
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 20
Akan tetapi, mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa sebagian orang mukmin terkadang tidak mau menerima seluruh perintah Allah dan Rasul-Nya, tapi hanya sebagiannya saja? Jawaban atas hal ini ada 2 faktor mendasar, yaitu:
Pertama, faktor intelektual, seperti kurang mengetahui, atau tidak adanya pemahaman tentang makrifat Allah, Rasul dan risalah-Nya secara benar. Banyak kaum Muslim yang tidak memahami tentang ushuluddin atau dasar-dasar agama Islam, seperti 5 pokok keimanan, yaitu: [1] ketuhanan, [2] keadilan, [3] kenabian, [4] kepemimpinan, dan [5] hari kiamat.
Sebelum kita masuk ke topik ini satu per satu, maka saya ingin memberikan sedikit contoh mengenai hal ini. Sebagian orang Muslim banyak yang melakukan sholat, tapi sayangnya! Mereka tidak tahu fungsi dan tatacara solat secara benar. Hal ini mirip seperti orang yang melakukan senam, tapi dia tidak tahu fungsi dan tatacara senam secara benar. Sehingga mereka melakukannya secara semrawut dan akhirnya, senam itu bukan membuat tubuhnya semakin sehat dan kuat, tapi malah membuat ia menjadi lemah dan sakit. Atau dalam kata lain, mereka tahu nama Allah swt, tapi belum mengenal-Nya. Hal ini mirip seperti ibu-ibu yang sering nonton sinetron dan acara gosip di televisi. Mereka tahu nama-nama artis tersebut, tapi secara individu, mereka sendiri tidak pernah mengenal artis-artis tersebut secara langsung. Intinya, mereka tahu Allah swt, tapi tidak mengenal atau tidak memahami ’siapakah’ Allah swt itu.
Demikian pula dengan persoalan keadilan, sehingga ada yang beranggapan bahwa sifat adil itu adalah membagikan sesuatu secara rata dan sama.
Pemahaman tentang kenabian dikalangan kaum Muslim jauh lebih parah, banyak generasi muda Islam, saat ini, yang hapal nama-nama selebritis, tapi tidak tahu siapakah nama orang tua dan kakek Nabi Muhammad saw? Mereka tidak tahu siapakah putri Nabi saw? siapakah menantunya? Dan siapakah anggota keluarganya? Padahal ini baru persoalan sejarahnya saja. Artinya, kondisi ketidaktahuan mereka itu belum ditambah lagi dengan persoalan tentang makna kenabian itu sendiri. Yakni, apakah kenabian itu?
Hal penting lainnya adalah mengenai kepemimpinan umat. Banyak dari kalangan Muslim yang berasumsi bahwa, apabila Islam mengajarkan kepemimpinan, maka Islam (pasti) harus punya negara. Artinya, tanpa adanya negara Islam, maka umat Islam tidak bisa punya pemimpin, sehingga pada akhirnya, keislaman kita pun seolah-olah belum/tidak sah. Perlu diketahui bahwa mengaitkan kepemimpinan Islam dengan keharusan bagi adanya suatu ‘negara Islam’, sebenarnya merupakan makar kaum Zionis-Yahudi untuk memecah belah persatuan umat Muslim. (Hal ini akan dipaparkan secara jelas pada buletin-buletin Al-Qolam selanjutnya, insyaAllah).
Persoalan pokok agama yang terakhir adalah keyakinan tentang hari kiamat. Dalam hal ini, banyak umat Muslim yang belum memahami tentang hakekat kiamat, sehingga makna kiamat sering direkayasa oleh kelompok tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan duniawi mereka.
Kedua, faktor hati, jiwa atau qalbu yang masih akrab dengan penyakit cinta dunia.
No comments:
Post a Comment